"Perjuangan Masyarakat Papua Melawan Ekspansi Tambang Nikel di Raja Ampat dan Ancaman Terhadap Lingkungan"

Date: 2025-06-06
Category: Politik
Rangkuman Pada 3 Juni 2025, di Hotel Pullman, Jakarta, suasana menjadi tegang saat sekelompok aktivis Greenpeace dan empat anak muda Papua menggelar aksi damai dengan spanduk bertuliskan “Nickel Mines Destroy Lives” dan “Save Raja Ampat from Nickel Mining” di tengah pidato Wakil Menteri Luar Negeri, Arief Havas Oegroseno. Aksi ini merupakan protes terhadap ekspansi tambang nikel yang mengancam tanah dan laut Raja Ampat, yang dikenal sebagai “surga terakhir di Bumi”. Meskipun aksi tersebut merupakan bentuk ekspresi damai yang dilindungi oleh konstitusi, para aktivis justru ditangkap oleh polisi. Raja Ampat bukan hanya destinasi wisata, tetapi juga rumah bagi masyarakat adat dan habitat bagi 75 persen spesies karang dunia, serta diakui sebagai Global Geopark oleh UNESCO. Namun, lebih dari 500 hektare hutan telah dibabat untuk tambang nikel, melanggar UU No. 1 Tahun 2014 yang melarang aktivitas tambang di pulau kecil. Aktivitas ini mengancam hak atas lingkungan hidup yang sehat dan hak masyarakat adat atas wilayah ulayat, yang seharusnya dilindungi oleh hukum. Perspektif hukum pembangunan sering kali menyamarkan ketimpangan dan eksploitasi sebagai kemajuan, sementara keadilan ekologis menuntut pengakuan suara komunitas lokal dalam pengambilan keputusan. Seruan “Papua bukan tanah kosong” mencerminkan penolakan terhadap pandangan yang memosisikan wilayah Timur Indonesia sebagai objek eksploitasi.
Analisis Dari sisi Dari sisi liberal: Artikel-artikel dari perspektif liberal menekankan pentingnya perlindungan hak masyarakat adat dan lingkungan hidup di Raja Ampat. Mereka mengkritik penangkapan aktivis yang menyuarakan penolakan terhadap tambang nikel, menyoroti bahwa tindakan tersebut mencerminkan penyempitan ruang kebebasan berpendapat. Narasi yang diangkat adalah bahwa hukum seharusnya melindungi kelompok lemah, namun kenyataannya hukum sering kali berpihak pada kepentingan yang kuat. Istilah seperti "keadilan ekologis" dan "suara komunitas lokal" digunakan untuk menekankan perlunya pengakuan terhadap hak masyarakat dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi lingkungan mereka. Dari sisi Konservatif: Tidak ada perspektif konservatif yang tersedia.
Related Articles
Papua Bukan Tanah Kosong: "Save" Raja Ampat!
Source: Kompas
Date: 2025-06-06
Bias Rate: 0.402567
Hoax Rate: 0.229196
Ideology Rate: 0.93868