"Skema Murur dan Tanazul dalam Ibadah Haji serta Upaya Digitalisasi untuk Melestarikan Aset Musisi di Indonesia"

Date: 2025-05-31

Category: Agama

Rangkuman Menteri Kebudayaan Fadli Zon menekankan pentingnya digitalisasi untuk melestarikan aset musisi Indonesia, terutama piringan hitam dan kaset dari tahun 1910 hingga 1980-an, dalam acara "Harmoni Zaman 60-an" di Jakarta. Upaya ini bertujuan untuk meninggalkan jejak budaya bagi generasi muda dan membentuk ensiklopedia musik Indonesia. Selain itu, kementerian juga berfokus pada perlindungan hak kekayaan intelektual musisi agar dapat memberikan keuntungan. Dalam konteks haji, Kementerian Agama menerapkan skema murur dan tanazul untuk mengurangi kepadatan di Muzdalifah, yang mulai diterapkan pada tahun 2024. Jemaah haji lansia dan disabilitas dapat langsung menuju Mina tanpa mabit di Muzdalifah, sesuai dengan pendapat fikih yang membolehkan hal tersebut. Skema ini diharapkan dapat mempermudah pergerakan jemaah, dengan target 50 ribu jemaah untuk murur dan 30 ribu untuk tanazul, yang akan kembali ke hotel setelah lempar jumrah aqobah.

Analisis Dari sisi Dari sisi liberal: Digitalisasi dianggap sebagai langkah penting untuk melestarikan aset budaya musisi dan memberikan jejak bagi generasi muda. Penekanan pada pelestarian melalui digitalisasi piringan hitam dan kaset menunjukkan komitmen untuk menjaga warisan musik Indonesia. Selain itu, ada perhatian terhadap hak kekayaan intelektual musisi, yang diharapkan dapat menciptakan ekosistem yang sehat dalam industri musik. Dari sisi Konservatif: Skema murur dan tanazul dalam pelaksanaan haji dianggap sebagai solusi untuk mengatasi kepadatan di Muzdalifah, terutama bagi jemaah lansia dan disabilitas. Penekanan pada hukum fikih yang membolehkan pengecualian dari mabit di Muzdalifah menunjukkan pendekatan yang pragmatis. Ada juga penegasan bahwa meskipun mabit di Mina adalah sunnah, jemaah yang memilih untuk kembali ke hotel tetap sah hajinya, mencerminkan fleksibilitas dalam pelaksanaan ibadah.