Revisi Undang-Undang Pemilu: Ancaman Terhadap Demokrasi dan Potensi Manipulasi Melalui E-Voting

Date: 2025-05-22

Category: Politik

Rangkuman Pemilu merupakan perayaan demokrasi yang esensial dalam sistem pemerintahan yang menghormati kedaulatan rakyat. Namun, revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang direncanakan untuk Prolegnas Prioritas 2025 tampaknya lebih berfokus pada pengamanan kekuasaan elite daripada perbaikan substansial. Sejak 2019, revisi ini sering digunakan sebagai alat untuk kepentingan politik elite, mengabaikan isu-isu penting seperti politik uang, biaya pencalonan yang tinggi, dan representasi perempuan. Diskusi mengenai sistem proporsional tertutup versus terbuka lebih berkaitan dengan keuntungan bagi partai-partai tertentu daripada dengan peningkatan demokrasi. Selain itu, wacana mengenai pemungutan suara elektronik (e-voting) muncul, namun ada kekhawatiran mengenai transparansi dan keamanan sistem yang dapat membuka peluang manipulasi. Dalam konteks ini, e-voting bukan hanya masalah teknologi, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap sistem yang ada.

Analisis Dari sisi Dari sisi liberal: Pemilu dipandang sebagai inti dari demokrasi yang seharusnya melibatkan partisipasi publik yang bermakna. Revisi Undang-Undang Pemilu dianggap sebagai upaya untuk mengamankan kekuasaan elite, bukan untuk memperbaiki sistem. Ada penekanan pada masalah substansial seperti politik uang dan representasi perempuan yang tidak terjawab oleh revisi yang ada. Sistem proporsional yang dibahas bukanlah tentang demokrasi, melainkan tentang keuntungan bagi elite politik. E-voting, meskipun terdengar progresif, dipandang sebagai potensi untuk manipulasi dalam konteks birokrasi yang tidak transparan. Dari sisi Konservatif: Tidak ada perspektif konservatif yang tersedia.