Tuntutan Purnawirawan TNI untuk Pemakzulan Wapres Gibran dan Respons Presiden Prabowo Subianto

Date: 2025-05-07

Category: Politik

Rangkuman Pada tanggal 6 Mei 2025, Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menghadiri acara halal bihalal bersama purnawirawan TNI Angkatan Darat dan keluarga besar TNI-Polri di Balai Kartini, Jakarta. Dalam pidatonya, Prabowo menekankan pentingnya nilai-nilai keprajuritan dan semangat kepemimpinan yang diwariskan oleh generasi pejuang, serta mengingatkan bahwa banyak elite yang tidak memahami arti penting dari Pancasila dan UUD 1945. Ia juga memberikan penghormatan khusus kepada purnawirawan, termasuk Try Sutrisno, yang hadir di acara tersebut. Selain itu, Prabowo menegaskan bahwa TNI tidak ingin berkuasa dengan senjata, merujuk pada sejarah Soeharto yang juga tidak mau mempertahankan kekuasaan dengan cara tersebut. Dalam konteks yang lebih luas, Forum Purnawirawan TNI-Polri baru-baru ini mengusulkan pencopotan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, yang menjadi sorotan publik. Meskipun ada desakan tersebut, beberapa purnawirawan, termasuk Dudung Abdurachman, menegaskan bahwa tidak semua purnawirawan setuju dengan tuntutan itu. Acara ini dihadiri oleh berbagai tokoh penting, termasuk Menko Infrastruktur Agus Harimurti Yudhoyono dan Luhut Binsar Pandjaitan, yang menekankan pentingnya menjaga persatuan bangsa di tengah tantangan politik saat ini.

Analisis Dari sisi Dari sisi liberal: terdapat penekanan pada pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan, serta kritik terhadap dominasi militer dalam politik. Artikel-artikel liberal mungkin menyoroti kekhawatiran tentang pengaruh TNI dalam pemerintahan dan menyerukan perlunya reformasi yang lebih mendalam untuk memastikan bahwa suara rakyat didengar dan dihargai. Dari sisi Konservatif: artikel-artikel ini menekankan peran positif TNI dalam sejarah reformasi Indonesia, dengan Prabowo Subianto mengklaim bahwa TNI dan Polri adalah pilar penting dalam menjaga stabilitas dan keamanan negara. Ada penegasan bahwa kepercayaan publik terhadap TNI masih tinggi, dan kritik terhadap TNI sebagai diktator dianggap tidak berdasar. Frasa seperti "sukseskan reformasi" dan "jiwa patriotik" sering digunakan untuk menggambarkan kontribusi TNI dalam politik.